MA Filipina Meminta Dokumen Perang Narkoba Duterte
Presiden Rodrigo Duterte
Manila, Kejarfakta.com -- Mahkamah Agung (MA) Filipina
mengeluarkan perintah untuk kepolisian merilis dokumen ribuan pembunuhan dalam
perang narkoba Presiden Rodrigo Duterte. Organisasi hak asasi manusia melihat
keputusan ini menjadi secercah cahaya dalam kasus pembunuhan ekstrayudisial di
negara itu.
Seperti dilansir dari Republika.co.id, Rabu (3/4/19) juru
bicara Mahkamah Agung Filipina Brian Keith Hosaka mengatakan pengadilan
memerintahkan jaksa pemerintah untuk memberikan laporan polisi kepada dua
kelompok hak asasi manusia yang memintanya. Tapi sebanyak 15 anggota Mahkamah
Agung yang bertemu di sebelah utara Kota Baguio belum mengeluarkan petisi
terpisah yang menyatakan kampanye perang narkoba Duterte tidak konstitusional.
Sebelumnya Jaksa Agung Muda Jose Calida sudah setuju untuk
memberikan laporan-laporan polisi ke Mahkamah Agung. Tapi, ia menolak
memberikannya kepada dua kelompok hak asasi manusia, Lembaga Bantuan Hukum
(LBH) Filipina dan Pusat Hukum Internasional. Alasannya, karena langkah itu
dapat membahayakan pihak berwenang dan keamanan nasional.
LBH Filipina dan Pusat Hukum Internasional menyambut baik
keputusan Mahkamah Agung ini. "Ini langkah besar menuju transparansi dan
akuntabilitas," kata Jose Manuel 'Chel' Diokno, ketua LBH Filipina.
Diokno mengatakan dokumen-dokumen tersebut dapat membantu
pengacara hak asasi untuk meneliti upaya pemberantasan narkoba yang dilakukan
polisi sejak Duterte naik ke kursi presiden pada pertengahan 2016 lalu.
Pemberantasan narkoba itu menewaskan ribuan orang. Diokno menjelaskan Duterte
dan polisi kerap mengatakan pembunuhan terjadi karena para tersangka melakukan
perlawanan.
"Ini pernyataan tegas dari pengadilan tertinggi di
negeri ini yang tidak akan membiarkan hukum diinjak-injak dalam upaya perang
terhadap narkoba, dokumen-dokumen ini menjadi langkah awal menuju perjalanan
panjang bagi pembuat petisi dan ribuan korban 'perang narkoba'," kata
Presiden Pusat Hukum Internasional Joel Butuyan.
Selama perang narkoba lebih dari 5.000 pengedar kecil tewas
dalam baku tembak dengan polisi. Memicu kekhawatiran pemerintah negara-negara
Barat, pakar hak asasi manusia PBB dan organisasi-organisasi hak asasi manusia
lainnya.
Duterte membantah memerintahkan pembunuhan ekstrayudisial.
Meskipun secara terbuka ia mengancam pengedar narkoba akan dihukum mati.
Pembunuhan ribuan orang ini memicu dua laporan pembunuhan massal ke Pengadilan
Pidana Internasional.
Setelah mengadakan pertemuan dengan dua kelompok yang
mengajukan petisi pada tahun 2017 lalu Mahkamah Agung Filipina memerintahkan
jaksa agung muda untuk menyerahkan dokumen kampanye anti-narkoba. Termasuk
daftar orang tewas dalam serbuan polisi pada dari 1 Juli 2016 sampai 30
November 2017. Serta dokumen kematian terkait narkoba dalam periode yang sama.
Sumber: Republika.co.id
No comments